Untuk meningkatkan kinerja beton, terdapat beberapa cara yang bisa dilakukan. Pertama, mengurangi porosi beton dengan cara mengurangi jumlah air dalam adukan beton. Kedua, menambahkan aditif mineral seperti silicafume, copper slog, abu terbang (fly ash), abu sekam padi, precious slag ball atau yang lainnya. Ketiga, menambahkan serat pada adukan beton. Keempat, menggunakan beton dengan sifat pemadatan mandiri atau self compacting concrete.

Dalam pembuatan beton, semen merupakan salah satu komponen yang paling mahal sehingga sangat menentukan harga beton. Salah satu cara menekan harga beton adalah dengan mengurangi penggunaan semen. namun, untuk menghasilkan beton bermutu dan berkinerja tinggi, jumlah se­men yang dikurangi harus digantikan dcngan zat aditif lain atau juga disebut filler.

Dengan penambahan zat aditif atau filler ini diharapkan tidak menyebabkan turunnya kekuatan beton tapi meningkatkannya atau paling tidak mempunyai kekuatan yang sama. Tentunya dalam penambahan ini perlu data hasil penelitian yang dapat menyatakan komposisi yang sesuai sehingga kekuatan beton ini dapat meningkat.

Zat aditif atau filler ini dapat dibagi dua, pertama filler yang dapat digunakan untuk mengurangi penggunaan semen dan kedua filler yang digunakan sebagai pengganti aggregate.
Zat aditif yang dapat mengurangi semen, contohnya seperti silicafume dari limbah industri silica, abu terbang (fly ash) dari limbah pembakaran batu bara, abu sekam padi dari limbah penggilingan padi atau yang lainnya. Zat ini tidak dapat digunakan untuk pengganti semen tapi bisa digunakan untuk mengurangi semen, karena dalam zat-zat ini hanya sebagai penguat ikatan rekatan.

Meningkatkan kwalitas Beton dg Aditif Mineral

Ternyata setelah libur lebih dari 1 tahun,kangen juga nulis di blog lagi..bukan cuma libur ngeblog tapi juga libur sebagai “arsitek” karena pekerjaan yang banyak di-handle lebih cenderung  masalah legalitas dan perijinan. 
Saya ingin sedikit berbagi pengalaman dan minta saran jika ternyata ada langkah yang lebih cepat dalam tulisan berikut ini. Saya ingin membahas masalah perijinan karena kemarin proyek yang saya tangani kebagian kena “semprit” Satpol PP … semoga pengalaman ini tidak akan pernah terjadi lagi pada siapapun
 
Langkah 1
Pastikan tanah yang akan dikelola sebagai perumahan berada pada jalur yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Kota ( RTRK) agar tidak kesulitan untuk ijin pemanfaatan tanahnya. Misal jika kita rencana lokasi perumahan yang akan dibangun berada pada areal persawahan, tidak selalu RTRK di tempat tersebut akan jadi daerah persawahan atau daerah peresapan (jalur hijau). Kita cek saja RTRK daerah tersebut nantinya untuk apa, untuk pemukiman, industri atau memang jalur hijau. Apabila ternyata daerah tersebut direncanakan sebagai pemukiman maka kita bisa lanjutkan untuk rencana mengembangkan perumahan. Pemilihan lokasi dapat juga dengan cara “mendompleng” lokasi yang memang sudah banyak perumahan. Hal ini lebih aman untuk investasi tanah tetapi pasti harga tanahnya jauh lebih mahal karena fasilitasnya sudah lebih mendukung dan memadai.
 
Langkah 2
Lanjut ke langkah berikutnya, adalah mengurus perijinan pada Dinas Pekerjaan Umum (DPU) dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). Pertama-tama kita mengurus ijin untuk Advice Planning, nama ijin ini di tiap tempat berbeda-beda tapi pada intinya adalah untuk kesesuaian antara Site Plan pengembangan perumahan dan tata ruang di daerah tersebut.
Syarat yang wajib disiapkan antara lain proposal ijin pemanfaatan ruang, yang berisi segala sesuatu yang berkaitan dengan perencanaan lokasi tersebut, juga dilampiri sertifikat tanah, apabila tanah itu masih atas nama orang lain dilampiri surat kuasa bermeterai cukup untuk mengurus perijinan tersebut, dan tentunya gambar perencanaan lahan (Site Plan) sudah pasti harus ada. Produk dari ijin ini adalah gambar rekomendasi Advice Planning yang berisi garis besar aturan untuk pembangunan, misal garis pagar harus berapa meter dari jalan, garis muka bangunan harus berapa meter dari jalan dan masih banyak yang lainnya. Produk perijinan lainnya yang dihasilkan dari langkah ini adalah Ijin Prinsip atau Surat Keputusan yang disetujui oleh kepala daerah Bupati atau Walikota. Di sebagian daerah Ijin Prinsip ini hanya berlaku untuk lahan dengan luasan > 1 Ha, tapi ada juga daerah yang tidak memiliki batasan luasan untuk ijin ini, biasanya lebih dari 5 rumah sudah dianggap sebagai sebuah perumahan.
 
Langkah 3
Langkah ini dilakukan di Badan Pertanahan Negara (BPN), kalo dulu namanya Agraria. Pertama kita cek sertifikat apakah sudah sesuai dengan fisiknya, minta pada petugas untuk cek ulang patok pembatasnya apakah sudah sesuai dengan luasan yang ada pada sertifikat. Setelah itu sesuaikan sertifikat dengan syarat dan kebutuhan yang akan digunakan untuk pengembangan perumahan, misal apakah tanah itu harus digabung sertifikatnya karena sebelumnya terdiri dari sejumlah sertifikat hak milik.
Pastikan status yang dipersyaratkan untuk lahan tersebut, harus Hak Guna Bangunan (HGB) yang berarti tanah tsb atas nama PT (perusahaan) atau mungkin boleh langsung dipecah kavling atas nama Pribadi. Seandainya memang diperbolehkan dipecah kavling atas nama Pribadi, hal tersebut sangat memudahkan pengurusan dan menghemat anggaran untuk retribusi pajak dan perijinan. Kalaupun memang harus berstatus HGB langkah awalnya adalah penurunan status dari SHM ke HGB tetapi masih atas nama Pribadi, kemudian dari HGB atas nama Pribadi diubah menjadi HGB atas nama PT/ Perusahaan. Perlu diperhatikan bahwa di tiap proses tersebut selalu muncul pajak dan retribusi perijinan. Namun proses tersebut mungkin tidak sama di setiap daerah, jadi sebelum mengajukan mohon ditanyakan pada BPN setempat untuk detail tiap prosesnya sampai proses selesai.
Masih di kantor BPN, setelah tetek bengek masalah proses legalitas sertifikat tadi, kita masih harus mencari Ijin Perubahan Penggunaan Tanah. Ini sebagai syarat nanti kita melangkah untuk pengajuan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB).
 
Langkah 4
AMDAL = analisa mengenai dampak lingkungan. Kalau tidak salah AMDAL berlaku untuk luasan > 1 Ha, jika luasannya dibawah itu sebagai penggantinya cukup dengan ijin UKL/UPL ( upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemanfaatan lingkungan hidup ). Proses ini awalnya kita diharuskan cek kadar air tanah pada lokasi. Setelah itu kita membuat proposal tentang plus minus dan dampak yang akan terjadi pada proyek yang akan kita kembangkan. Produk perijinan ini adalah surat rekomendasi dari kantor KLH yang nantinya dilampirkan juga sebagai pengajuan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB).
 
Langkah 5
Kita masuk ke kantor Perijinan Terpadu atau kantor Perijinan Satu Atap atau apapun namanya untuk mengurus IMB. Bersamaan dengan pengajuan IMB, kita mengurus pengesahan Siteplan Perumahan yang istilah kerennya ZONING. Setelah itu langkah terakhirnya adalah IMB. Syarat pengajuan IMB ini adalah akumulasi dari perijinan-perijinan yang sudah kita bahas sebelumnya ditambah dengan :
1.Gambar kerja Rumah yang akan dibangun
2.Surat pernyataan Tetangga yg disyahkan tetangga kanan kiri depan belakang, RT/RW, Kelurahan, Kecamatan
3.Surat Pernyataan bertanggung jawab terhadap semua kegiatan yang dilakukan dan segala yg ditimbulkan.
4.Copy Status Tanah
5.Copy KTP penanggung jawab
6.Copy lunas PBB

Kalau semua syarat sudah dilampirkan kita tinggal menunggu hasilnya keluar dan membayar retribusi yg nilainya sesuai dengan luas tanah dan bangunannya.
Setelah itu semua selesai, Developer perumahan bisa bernafas lega, tidak takut lagi disemprit dan dibongkar paksa oleh Satpol PP dan pengajuan KPR dengan Bank sudah pasti lancar…

Langkah Perijinan untuk Perumahan