Ternyata setelah libur lebih dari 1 tahun,kangen juga nulis di blog
lagi..bukan cuma libur ngeblog tapi juga libur sebagai “arsitek” karena
pekerjaan yang banyak di-handle lebih cenderung masalah legalitas dan
perijinan.
Saya ingin sedikit berbagi pengalaman dan minta saran jika
ternyata ada langkah yang lebih cepat dalam tulisan berikut ini. Saya
ingin membahas masalah perijinan karena kemarin proyek yang saya tangani
kebagian kena “semprit” Satpol PP … semoga pengalaman ini tidak akan pernah terjadi lagi pada siapapun
Langkah 1
Pastikan tanah yang akan dikelola sebagai perumahan berada pada jalur
yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Kota ( RTRK) agar tidak kesulitan
untuk ijin pemanfaatan tanahnya.
Misal jika
kita rencana lokasi perumahan yang akan dibangun berada pada areal
persawahan, tidak selalu RTRK di tempat tersebut akan jadi daerah
persawahan atau daerah peresapan (jalur hijau). Kita cek saja RTRK
daerah tersebut nantinya untuk apa, untuk pemukiman, industri atau
memang jalur hijau. Apabila ternyata daerah tersebut direncanakan
sebagai pemukiman maka kita bisa lanjutkan untuk rencana mengembangkan
perumahan. Pemilihan lokasi dapat juga dengan cara “mendompleng” lokasi
yang memang sudah banyak perumahan. Hal ini lebih aman untuk investasi
tanah tetapi pasti harga tanahnya jauh lebih mahal karena fasilitasnya
sudah lebih mendukung dan memadai.
Langkah 2
Lanjut ke langkah berikutnya, adalah mengurus perijinan pada Dinas
Pekerjaan Umum (DPU) dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda).
Pertama-tama kita mengurus ijin untuk Advice Planning, nama ijin ini di
tiap tempat berbeda-beda tapi pada intinya adalah untuk kesesuaian
antara Site Plan pengembangan perumahan dan tata ruang di daerah
tersebut.
Syarat yang wajib disiapkan antara lain proposal ijin
pemanfaatan ruang, yang berisi segala sesuatu yang berkaitan dengan
perencanaan lokasi tersebut, juga dilampiri sertifikat tanah, apabila
tanah itu masih atas nama orang lain dilampiri surat kuasa bermeterai
cukup untuk mengurus perijinan tersebut, dan tentunya gambar perencanaan
lahan (Site Plan) sudah pasti harus ada. Produk dari ijin ini adalah
gambar rekomendasi Advice Planning yang berisi garis besar aturan untuk
pembangunan, misal garis pagar harus berapa meter dari jalan, garis muka
bangunan harus berapa meter dari jalan dan masih banyak yang lainnya.
Produk perijinan lainnya yang dihasilkan dari langkah ini adalah Ijin
Prinsip atau Surat Keputusan yang disetujui oleh kepala daerah Bupati
atau Walikota. Di sebagian daerah Ijin Prinsip ini hanya berlaku untuk
lahan dengan luasan > 1 Ha, tapi ada juga daerah yang tidak memiliki
batasan luasan untuk ijin ini, biasanya lebih dari 5 rumah sudah
dianggap sebagai sebuah perumahan.
Langkah 3
Langkah ini dilakukan di Badan Pertanahan Negara (BPN), kalo dulu
namanya Agraria. Pertama kita cek sertifikat apakah sudah sesuai dengan
fisiknya, minta pada petugas untuk cek ulang patok pembatasnya apakah
sudah sesuai dengan luasan yang ada pada sertifikat. Setelah itu
sesuaikan sertifikat dengan syarat dan kebutuhan yang akan digunakan
untuk pengembangan perumahan, misal apakah tanah itu harus digabung
sertifikatnya karena sebelumnya terdiri dari sejumlah sertifikat hak
milik.
Pastikan status yang dipersyaratkan untuk lahan tersebut, harus
Hak Guna Bangunan (HGB) yang berarti tanah tsb atas nama PT (perusahaan)
atau mungkin boleh langsung dipecah kavling atas nama Pribadi.
Seandainya memang diperbolehkan dipecah kavling atas nama Pribadi, hal
tersebut sangat memudahkan pengurusan dan menghemat anggaran untuk
retribusi pajak dan perijinan. Kalaupun memang harus berstatus HGB
langkah awalnya adalah penurunan status dari SHM ke HGB tetapi masih
atas nama Pribadi, kemudian dari HGB atas nama Pribadi diubah menjadi
HGB atas nama PT/ Perusahaan. Perlu diperhatikan bahwa di tiap proses
tersebut selalu muncul pajak dan retribusi perijinan. Namun proses
tersebut mungkin tidak sama di setiap daerah, jadi sebelum mengajukan
mohon ditanyakan pada BPN setempat untuk detail tiap prosesnya sampai
proses selesai.
Masih di kantor BPN, setelah tetek bengek masalah proses legalitas
sertifikat tadi, kita masih harus mencari Ijin Perubahan Penggunaan
Tanah. Ini sebagai syarat nanti kita melangkah untuk pengajuan Ijin
Mendirikan Bangunan (IMB).
Langkah 4
AMDAL = analisa mengenai dampak lingkungan. Kalau tidak salah AMDAL
berlaku untuk luasan > 1 Ha, jika luasannya dibawah itu sebagai
penggantinya cukup dengan ijin UKL/UPL ( upaya pengelolaan lingkungan
hidup dan upaya pemanfaatan lingkungan hidup ). Proses ini awalnya kita
diharuskan cek kadar air tanah pada lokasi. Setelah itu kita membuat
proposal tentang plus minus dan dampak yang akan terjadi pada proyek
yang akan kita kembangkan. Produk perijinan ini adalah surat rekomendasi
dari kantor KLH yang nantinya dilampirkan juga sebagai pengajuan Ijin
Mendirikan Bangunan (IMB).
Langkah 5
Kita masuk ke kantor Perijinan Terpadu atau kantor Perijinan Satu Atap
atau apapun namanya untuk mengurus IMB. Bersamaan dengan pengajuan IMB,
kita mengurus pengesahan Siteplan Perumahan yang istilah kerennya
ZONING. Setelah itu langkah terakhirnya adalah IMB. Syarat pengajuan IMB
ini adalah akumulasi dari perijinan-perijinan yang sudah kita bahas
sebelumnya ditambah dengan :
1.Gambar kerja Rumah yang akan dibangun
2.Surat pernyataan Tetangga yg disyahkan tetangga kanan kiri depan belakang, RT/RW, Kelurahan, Kecamatan
3.Surat Pernyataan bertanggung jawab terhadap semua kegiatan yang dilakukan dan segala yg ditimbulkan.
4.Copy Status Tanah
5.Copy KTP penanggung jawab
6.Copy lunas PBB
Kalau semua syarat sudah dilampirkan kita tinggal menunggu hasilnya
keluar dan membayar retribusi yg nilainya sesuai dengan luas tanah dan
bangunannya.
Setelah itu semua selesai, Developer perumahan bisa bernafas lega, tidak
takut lagi disemprit dan dibongkar paksa oleh Satpol PP dan pengajuan
KPR dengan Bank sudah pasti lancar…